🪔 Silsilah Keluarga Maulana Syaikh

PenyebarIslam. Maulana Malik Ibrahim, also known as Syekh Maghribi, is generally considered to be the 'father' of the Wali Songo. Little is known about his origins although it has been suggested that he came either from Persia, Turkey, or Northern India. A possible date for his arrival in Java is A.D. 1404. SilsilahKerajaan Banten. Kerajaan Banten merupakan kerajaan islam yang berdiri pada abad ke-15 sekitar tahun 1526. Sejarah berdirinya kerajaan Banten memiliki kaitan dengan sejarah kerajaan cirebon, Hal ini dikarenakan Kerajaan Banten berawal dari Syekh Syarif Hidayatullah atau yang dikenal sebagai Sunan Gunung Jati bersama Pangeran Walangsungsang melakukan syiar Islam di wilayah Banten. Ibunyabernama Jubaidah, penduduk asli Tanara. Dari silsilah keturunan ayahnya, Syaikh Nawawi merupakan salah satu keturunan Maulana Hasannudin (Sulthan Hasanuddin), putera Maulana Syarif Hidayatullah (Depag, 1992:422). Syaikh Nawawi merupakan salah seorang ulama besar di kalangan umat islam internasional. Di sini saya menghabiskan hari-hari yang indah di Indonesia di antara keluarga dan saudara kita," ujar Syekh Abdul Aziz As-Syahawi dalam sebuah video yang diunggah twitter Sanad Media, Kamis (4/8/2022). Mesir pada 22 Jumadil Ula 1364 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 5 Mei 1945 Masehi. Jalur silsilah beliau bersambung sampai ke MaulanaSyaikh dalam menginternalisasikan ajaraan al-Qurān di tengah masyarakat kesasakan yang kulturalis? Muatan apa saja yang menjadi mesin keislaman Nahdlatul Wathan? Bagaimana peta restorasi Islam yang dibawa Maulana? Dan yang paling jarang dipertanyakan adalah adakah "Ayat-ayat Interaktif Nahdlatul Wathan" yang menjembatani antara Islam Dengandemikian Syekh Maulana Maghribi adalah keponakan salam sejahtera selalu,kpda rekan2 semua kita harus tau silsilah orang terdahulu terutama silsilah keluarga kita,dan kita tidak boleh mempersoalkan atau memperdebatkan tentang silsilah/keturunan orang terdahulu dengan orang terkini,karena kalau kita pelajari memang betul adanya bahwa Silsilahketurunan Sunan Ampel sampai Nabi Muhammad Saw : Sunan Ampel ialah putra Maulana Malik Ibrahim; Maulana Malik Ibrahim putra dari Syaikh Jumadil Qubro; Syaikh Jumadil Qubro putra dari Ahmad Jalaludin Khan. Ahmad Jalaludin Khan sendiri ialah putra dari Abdullah Khan, Abdullah Khan putra dari Abdul Malik Al-Muhajir nan berasal dari SyaikhMuhammad Yusuf Al-Kandahlawi lahir pada 25 Jumada I, 1335 H, sesuai dengan 20 Maret 1917 di Kandahla di India. Keluarganya terkenal dengan keilmuan dan kesetiaan total dalam perjuangan Islam. Ayahnya, Syaikh Muhammad Ilyas Al-Kandahlawi (wafat 1943), memainkan peranan penting dalam gerakan pemurnian yang dipimpin oleh dua ulama, Ahmad Sehinggaperubahan komposisi penduduk Jakarta berdasarkan etnis menjadi sesuatu rekaan saja. Tradisi lisan yang diwariskan mengenai silsilah keluarga, memang beberapa kali menyebutkan bahwa mereka yang mengaku etnis betawi, memiliki nenek moyang yang berasal dari luar Jakarta atau dengan kata lain berasal dari etnis pendatang. . Mawlānāsysyāikh Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd sing. Hamzanwadi adalah seorang ulama karismatis dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat dan merupakan pendiri Nahdlatul Wathan, organisasi massa Islām terbesar di provinsi tersebut. Di pulau Lombok, Tuan Guru merupakan gelar bagi para pemimpin agama yang bertugas untuk membina, membimbing dan mengayomi umat Islām dalam hal-hal keagamaan dan sosial kemasyarakatan, yang di Jawa identik dengan Kyai. Kelahiran Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd' dilahirkan di Kampung Bermi, Pancor, Selong, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 17 Rabiul Awwal 1316 Hijriah bertepatan dengan tanggal 5 Agustus 1898 Masehi dari perkawinan Tuan Guru Hajjī Abdul Madjīd beliau lebih akrab dipanggil dengan sebutan Guru Mu'minah atau Guru Minah dengan seorang wanita shālihah bernama Hajjah Halīmah al-Sa'dīyyah. Nama kecil beliau adalah 'Muhammād Saggāf', nama ini dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa yang sangat menarik untuk dicermati, yakni tiga hari sebelum dilahirkan, ayahandanya, TGH. Abdul Madjīd, didatangi dua walīyullāh, masing-masing dari Hadhramaũt dan Maghrabī. Kedua walīyullāh itu secara kebetulan mempunyai nama yang sama, yakni "Saqqāf". Beliau berdua berpesan kepada TGH. Abdul Madjīd supaya anaknya yang akan lahir itu diberi nama "Saqqāf", yang artinya "Atapnya para Wali pada zamannya". Kata "Saqqāf" di Indonesiakan menjadi "Saggāf" dan untuk dialek bahasa Sasak menjadi "Segep". Itulah sebabnya beliau sering dipanggil dengan "Gep" oleh ibu beliau, Hajjah Halīmah al-Sa'dīyyah. Setelah menunaikan ibadah hajjī, nama kecil beliau tersebut diganti dengan 'Hajjī Muhammād Zainuddīn'. Nama inipun diberikan oleh ayah beliau sendiri yang diambil dari nama seorang 'ulamā' besar yang mengajar di Masjīd al-Harām. Akhlāq dan kepribadian ulamā' besar itu sangat menarik hati ayahandanya. Nama ulamā' besar itu adalah Syaīkh Muhammād Zainuddīn Serawak, dari Serawak, Malaysia. Silsilah Menurut sejumlah kalangan bahwa asal usulnya dari keturunan orang-orang terpandang, yakni dan keturunan sulthān-sulthān Selaparang, sebuah kerajaan Islām yang pernah berkuasa di Pulau Lombok. Disebutkan bahwa Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd merupakan keturunan Kerajaan Selaparang yang ke-17. Pendapat ini tentu saja paralel dengan analisis yang diajukan oleh seorang antropolog berkebangsaan Swedia bernama Sven Cederroth, yang merujuk pada kegiatan ziarah yang dilakukan Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd ke makam Selaparang pada tahun 1971, sebelum berlangsungnya kegiatan pemilihan umum Pemilu. Praktik ziarāh semacam ini memang bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, termasuk masyarakat Sasak, untuk mengidentifikasikan diri dengan leluhurnya. Disamping itu pula, Tuan Guru Kyai Hajjī Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd tidak pernah secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap anggapan dan pernyataan-pernyataan yang selama ini beredar tentang silsilah keturunannya, yakni kaitan genetiknya dengan sulthān-sulthān Kerajaan Selaparang. Keluarga Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Kakak kandungnya lima orang, yakni Siti Syarbini, Siti Cilah, Hajjah Sawdah, Hajji Muhammād Shabūr dan Hajjah Masyitah. Ayahandanya TGH. Abdul Madjīd yang terkenal dengan penggilan "Guru Mu'minah", semasa mudanya bernama Luqmānul Hakīm merupakan seorang muballigh dan terkenal pemberani. Beliau pernah memimpin pertempuran melawan kaum penjajah, sedangkan ibu Maulānāsysyāikh, Hajjah Halīmah al-Sa'dīyyah terkenal sangat shãlihah. Luqmānul Hakīm membawa Maulānāsysyāikh ke Mekkah untuk menimba ilmu agama ketika beliau berusia 9 tahun. Pendidikan Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd menuntut ilmu pengetahuan berawal dari pendidikan dalam keluarga, yakni dengan belajar mengaji membaca Al-Qur'ān dan berbagai 'ilmu agama lainnya, yang diajarkan langsung oleh ayahandanya, yang dimulai sejak berusia 5 tahun. Pendidikan Lokal Setelah berusia 9 tahun, ia memasuki pendidikan formal yang disebut Sekolah Rakyat Negara, hingga tahun 1919 M. Setelah menamatkan pendidikan formalnya, beliau kemudian diserahkan oleh ayahandanya untuk menuntut 'ilmu agama yang lebih luas dari beberapa Tuan Guru lokal, antara lain TGH. Syarafuddīn dan TGH. Muhammād Sa'īd dari Pancor serta Tuan Guru 'Abdullāh bin Amaq Dulajī dari desa Kelayu, Lombok Timur. Ketiga guru agama ini mengajarkan ilmu agama dengan sistem halaqah, yaitu para santri duduk bersila di atas tikar dan mendengarkan guru membaca Kitāb yang sedang dipelajari, kemudian masing-masing murid secara bergantian membaca. Pendidikan di Mekah Untuk lebih memperdalam 'ilmu agama, Muhammād Zainuddīn remaja kembali berangkat menuntut 'ilmu ke Mekah diantar kedua orang tuanya, tiga orang kemenakan dan beberapa orang keluarga, termasuk pula TGH. Syarafuddīn. Pada saat itu beliau berusia 15 tahun, yaitu menjelang musim Haji tahun 1341 H/1923 M. Sesampai di Tanah Suci, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid langsung mencari rumah kontrakan di Suqullail, Mekah. Belajar di Masjid al-Haram Beberapa saat setelah musim haji usai, TGH. Abd. Madjid mulai mencarikan guru buat anaknya. Sampailah pencarian TGH. Abd. Madjid pada sebuah halaqah. Syaikh yang mengajar ditempat tersebut bernama Syaīkh Marzūqī, seorang keturunan 'Arāb kelahiran Palembang yang sudah lama mengajar mengaji di Masjīd al-Harām, yang saat itu berusia sekitar 50 tahun. Disanalah Maulānāsysyāikh TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd diserahkan untuk belajar. Selain itu juga sempat belajar 'ilmu sastra pada ahli syair terkenal di Mekah, yakni Syaīkh Muhammād Āmīn al-Quthbī dan pada saat itu berkenalan dengan Sayyīd Muhsin Al-Palembanī, seorang keturunan 'Arāb kelahiran Palembang yang kemudian menjadi guru beliau di Madrasah al-Shaulatiyah. Ketika ayah TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd pulang ke Lombok, ia langsung berhenti belajar mengaji pada Syaīkh Marzūqī, karena ia merasa tidak banyak mengalami perkembangan yang berarti dalam menuntut 'ilmu selama ini, hal itu dikarenakan kehausan beliau akan ilmu. Namun, sebelum sempat mencari guru, terjadi perang saudara antara kekuasaan dengan golongan Wahabi. Belajar di Madrasah al-Shaulatiyah Dua tahun setelah terjadinya huru hara tersebut, TGKH. Muhammād Zainuddīn Abdul Madjīd muda berkenalan dengan seseorang yang bernama Hajji Mawardī dari Jakarta. Dari perkenalannya itu ia diajak untuk belajar di madrasah al-Shaulatiyah, yang saat itu dipimpin oleh Syaīkh Salīm Rahmatullāh. Pada hari pertama masuknya ia bertemu dengan Syaīkh Hasan Muhammād al-Masysyāth. Madrasah al-Shaulatiyah adalah madrasah pertama sebagai permulaan sejarah baru dalam pendidikan di Arab Saudi. Madrasah ini sangat legendaris, gaungnya telah menggema di seluruh dunia dan telah menghasilkan banyak ulama-ulama besar dunia. Muhammad Zainuddin berhasil menyelesaikan studi dalam waktu hanya 6 tahun, padahal normalnya adalah 9 tahun. Dari kelas 2, diloncatkan ke kelas 4, kemubeliaun loncat kelas lagi dari kelas 4 ke kelas 6, kemubeliaun pada tahun-tahun berikutnya naik kelas 7, 8 dan 9. Perjuangan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid belajar di Tanah Suci Mekah selama 13 tahun kemubeliaun kembali ke Indonesia atas perintah dari guru yang paling beliau kagumi, yakni Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath, pada tahun 1934. Setiba di Pulau Lombok beliau mendirikan Sekembali dari Tanah Suci Mekah ke Indonesia mula-mula beliau mendirikan pesantren al-Mujahidin pada tahun 1934 M. kemubeliaun pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus 1937 M. beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah NWDI. Madrasah ini khusus untuk mendidik kaum pria. Kemubeliaun pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/21 April 1943 M. beliau mendirikan madrasah Nahdlatul Banat Diniah Islamiyah NBDI khusus untuk kaum wanita. Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama di Pulau Lombok yang terus berkembang dan merupakan cikal bakal dari semua madrasah yang bernaung di bawah organisasi Nahdlatul Wathan. Dan secara khusus nama madrasah tersebut beliaubadikan menjadi nama pondok pesantren 'Dar al-Nahdlatain Nahdlatul Wathan'. Istilah 'Nahdlatain' beliaumbil dari kedua madrasah tersebut. Al Mukkarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sebagai ulama' pemimpin umat, dalam kehidupan bermasyarakt dan berbangsa telah mengemban berbagai jabatan dan menanamkan berbagai jasa pengabdian. Oleh karena jasa-jasa beliau itulah, maka pada tahun 1995 belau beliaunugerahi Piagam Penghargaan dan medali Pejuang Pembangunan oleh pemerintah. Disamping itu, al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selaku seorang mujahid selalu berupaya mengadakan inovasi dalam gerakan perjuangannya untuk meningkatkan kesejahteraan ummat demi kebahagian di dunia maupun di akhirat. Di antara inovasi/rintisa-rintisan beliau adalah menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran agama Islam di NTB dengan sistem madrasi, membuka lembaga pendidikan khusus untuk wanita, mengadakan ziarah umum Idul Fitri dan Idul Adha dengan mendatangai jamaah di samping didatangi, meyelenggarakan pengajian umum secara bebas, mengadakan gerakan doa dengan berhizib, mengadakan syafa'at al-kubro, menciptakan tariqat, yakni tariqat Hizib Nahdlatul Wathan, membuka sekolah umum disamping sekolah agama madrasah, menyusun nazam berbahasa Arab bercampur bahasa Indonesia, dan lain-alin. Karya Al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid selaku ulama' pewaris para Nabi, di samping menyampaikn dakwah bi al-hal wa bi al-lisan, juga tergolong penulis dan pengarang yang produktif. Bakat dan kemampuan beliau sebagai pengarang ini tumbuh dan berkembang sejak beliau masih belajar di Madrasah Shaulatiyah Mekah. Namun karena banyaknya dan padatnya kegiatan keagamaan dan keasyarakatan yang harus diisi maka peluang dan kesempatan untuk memperbanyak tulisan tampaknya sangat terbatas. Kendatipun demikian di tengah-tengah keterbatasan waktu itu, beliau masih sempat mengarang beberapa kitab, kumpulan doa, dan lagu-lagu perjuangan dalam bahasa Arab, Indonesia dan Sasak. Wafat Tarikh akhir 1997 menjadi masa kelabu Nusa Tenggara Barat. Betapa tidak, hari Selasa, 21 Oktober 1997 M / 18 Jumadil Akhir 1418 H dalam usia 99 tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut Hijriah. Sang ulama karismatis, Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, berpulang ke rahmatullah sekitar pukul WITA di kebeliauman beliau di desa Pancor, Lombok Timur. Tiga warisan besar beliau tinggalkan ribuan ulama, puluhan ribu santri, dan sekitar seribu lebih kelembagaan Nahdlatul Wathan yang tersebar di seluruh Indonesia dan mancanegara. Pada hari Kamis, 9 November 2017 bertempat di Istana Negara, beliau dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, berdasarkan Keputusan Presiden Kepres Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. Empat tokoh yang dianugerahi Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo yakni almarhum Tuan Guru Kiai Haji TKGH Muhammad Zainuddin Madjid asal Lombok Nusa Tenggara Barat, almarhumah Laksamana Malahayati asal Aceh, almarhum Sultan Mahmud Riayat Syah asal Kepulauan Riau, dan almarhum Prof. Drs. Lafran Pane asal Daerah Istimewa Yogyakarta. Silsilah Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tidak bisa diungkapkan secara jelas dan runtut, terutama silsilahnya ke atas, karena catatan dan dokumen silsilah keluarga beliau ikut hangus terbakar ketika rumahnya mengalami musibah kebakaran. Namun, menurut sejumlah kalangan bahwa asal usulnya dari keturunan orang-orang terpandang, yakni dan keturunan sultan-sultan Selaparang, sebuah kerajaan Islam yang pernah berkuasa di Pulau Lombok. Disebutkan bahwa Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid merupakan keturunan Kerajaan Selaparang yang ke-17. Pendapat ini tentu saja paralel dengan analisa yang diajukan oleh seorang antropolog berkebangsaan Swedia bernama Sven Cederroth, yang merujuk pada kegiatan ziarah yang dilakukan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid ke makam Selaparang pada tahun 1971, sebelum berlangsungnya kegiatan pemilihan umum Pemilu. Praktek ziarah semacam ini memang bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, termasuk masyarakat Sasak, untuk mengidentifikasikan diri dengan leluhurnya. Disamping itu pula, Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tidak pernah secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap anggapan dan pernyataan-pernyataan yang selama ini beredar tentang silsilah ketununannya, yakni kaitan genetiknya dengan sultan-sultan Kerajaan Selaparang. Keluarga Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Kakak kandung beliau lima orang, yakni Siti Syarbini, Siti Cilah, Hajjah Saudah, Haji Muhammad Sabur dan Hajjah Masyitah. Ayahandanya TGH. Abdul Madjid yang terkenal dengan penggilan "Guru Mu'minah" adalah seorang muballigh dan terkenal pemberani. Beliau pernah memimpin pertempuran melawan kaum penjajah, sedangkan ibundanya Hajjah Halimah al-Sa'diyah terkenal sangat salehah. Sejak kecil al-Mukarram Maulana al-Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid terkenal sangat jujur dan cerdas. Karena itu tidaklah mengherankan bila ayah-bundanya memberikan perhatian istimewa dan menumpahkan kasih sayang begitu besar kepada beliau. Ketika melawat ke Tanah Suci Mekah untuk melanjutkan studi, ayah-bundanya ikut mengantar ke Tanah Suci. Ayahandanya-lah yang mencarikan guru tempat beliau belajar pertama kali di Masjid Haram dan sempat menemani beliau di Tanah Suci sampai dua kali musim haji. Sedangkan ibundanya Hajjah Halimatus Sa'diyah ikut bermukim di Tanah Suci mendampingi dan mengasuh beliau sampai ibundanya tercintanya itu berpulang ke rahmatullah tiga setengah tahun kemudian dan dimakamkan di Mu'alla Mekah. Dengan demikian, tampak jelaslah betapa besar perhatian ayah-bundanya terhadap pendidikan beliau. Hal ini juga tercermin dari sikap ibundanya bahwa setiap kali beliau berangkat untuk menuntut ilmu, ibundanya selalu mendoakan dengan ucapan "Mudah mudahan engkau mendapat ilmu yang barakah" sambil berjabat tangan serta terus memperhatikan kepergian beliau sampai tidak terlihat lagi oleh pandangan mata. Pernah suatu ketika, beliau lupa pamit pada ibundanya. Beliau sudah jauh berjalan sampai ke pintu gerbang baru sang ibu melihatnya dan kemudian memanggil beliau untuk kembali, Gep, gep, gep nama panggilan masa kecil beliau, koq lupa bersalaman?, ucap ibunda beliau dengan suara yang cukup keras. Akhirnya, beliau pun kembali menemui ibundanya sembari meminta maaf dan bersalaman. Lalu sang ibu mendoakan beliau. Mudah-mudahan anakku mendapatkan ilmu yang barokah. Setelah itu beliau kemudian berangkat ke sekolah. Hal ini merupakan suatu pertanda bahwa betapa besar kesadaran ibundanya akan penting dan mustajabnya doa ibu untuk sang anak sebagaimana ditegaskan dalam hadits Rasulullah SAW, bahwa doa ibu menduduki rangking kedua setelah doa Rasul. Syaikh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi lahir pada 25 Jumada I, 1335 H, sesuai dengan 20 Maret 1917 di Kandahla di India. Keluarganya terkenal dengan keilmuan dan kesetiaan total dalam perjuangan Islam. Ayahnya, Syaikh Muhammad Ilyas Al-Kandahlawi wafat 1943, memainkan peranan penting dalam gerakan pemurnian yang dipimpin oleh dua ulama, Ahmad bin Muhammad Irfan dan Muhammad Ismail, dan keduanya wafat sebagai syuhada. Gerakan pemurnian yang bertujuan untuk menghapus semua penyimpangan dari kepercayaan rakyat dan kembali kepada agama Islam yang murni. Beberapa ulama dalam keluarganya belajar di bawah Syaikh Abd al-Aziz bin Ahmad bin Abd al-Rahim Al-Dahlawi, seorang ulama yang sangat terkemuka dalam ilmu Hadits. Sesungguhnya keluarga beliau menghasilkan barisan panjang ulama-ulama terkenal dalam ilmu Hadis, Fiqh, dan ilmu Islam lainnya. Silsilah keturunan dari Garis Ayah Maulana Muhammad Yusuf anak dari Maulana Muhammad Ilyas anak dari Maulana Muhammad Ismail anak dari Syaikh Ghulam Hussein anak dari Hakim Karim Baksh anak dari Hakim Ghulam Mohiuddin anak dari Maulana Muhammad Sajid anak dari Maulana Muhammad Faiz anak dari Maulana Hakim Muhammad Syarif anak dari Maulana Hakim Muhammad Asyraf anak dari Syaikh Jamal Muhammad Syah anak dari Syaikh Nur Muhammad anak dari Syaikh Bahauddin Syah anak dari Maulana Syaikh Muhammad anak dari Syaikh Muhammad Fadhil anak dari Syaikh Qutb Syah. Silsilah keturunan dari Garis Ibu Ibunya anak dari Maulvi Rauful Hasan anak dari Maulana Zia-ul-Hasan anak dari Maulana Nurul Hasan anak dari Maulana Abul Hasan anak dari Mufti Ilahi Baksh anak dari Maulana Syaikhul Islam anak dari Hakim Qutbuddin anak dari Hakim Abdul Qadir anak dari Maulana Hakim Muhammad Syarif anak dari Maulana Hakim Muhammad Asyraf anak dari Syaikh Jamal Muhammad Syah anak dari Syaikh Nur Muhammad anak dari Syaikh Bahauddin Syah anak dari Maulana Syaikh Muhammad anak dari Syaikh Muhammad Fadhil anak dari Syaikh Qutb Syah. Garis silsilah keturunan ayah dan ibu dari keluarga Maulana Yusuf bertemu di Hakim Muhammad Syarif. Lalu garis silsilah keluarga keturunan mereka kembali ke Amirul Mukminin Hazrat Abu Bakar Siddiq RA. Kedua keluarga ini tinggal di desa Kandhala dan Jinhjana. Mereka terkenal dengan kereligiusan, keilmuan dan kesalehan. Navigasi pos

silsilah keluarga maulana syaikh